Syarat Wajib Zakat dan harta yang wajib dizakati

  • Bagikan
Zakat fitrah dibulan Ramadhan
Zakat fitrah dibulan Ramadhan

Zakat adalahkewajiban bagi ummat muslim diseluruh dunia. dalam menjalankan Rukun Islam yang ketiga ini tentunya memiliki beberapa syarat yang harus diikuti. Berikut syarat Wajib Zakat dan harta yang wajib dizakati
 
I.   Syarat  Wajib Zakat
 
A. Pada Orang , yaitu syarat Islam
Para ulama telah bersepakat tentang kewajiban zakat itu atas setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Ia tidak wajib atas non muslim, karena zakat merupakan salah satu rukun Islam

Berdasar pada pesan kepada Mua’dz bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman Rasulallah SAW menyampaikan “beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari para para aghniya’nya dan dibagikan kepada para fuqara’nya…” Muttafaq alaih. Artinya zakat adalah kewajiban yang tidak diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk Islam. Meskipun zakat itu adalah kewajiban social yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat, tetap saja ia merupkan ibadah dalam Islam, dan makna ibadah inilah yang lebih dominann, sehingga tidak diwajibkan atas non muslim.

Para ulama telah pula bersepakat bahwa zakat diwajibkan pula pada harta orang kaya, orang gila yang muslim. Walinya yang mengeluarkan zakat itu. Hal ini berdasar kepada: ayat Al Qur’an  dan hadits Nabi yang memerintahkan zakat mencakup seluruh orang kaya, tanpa mengecualikan anak-anak dan orang gila.

Hadits Rasulullah : Dagangkanlah harta anak yatim, sehingga hartanya tidak dimakan zakat.” Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, yang saling menguatkan.
Mayoritas para sahabat berpendapat demikian, di antaranya Umar dan anaknya (Abdullah ibnu Umar) Ali, Aisyah, dan Jabir ra.

Zakat adalah haqqul mal, seperti kata Abu Bakar ra dalam penegasannya memerangi orang murtad. Dan haqqul mal diambil dari anak kecil dan orang gila. Karena zakat berkaitan dengan harta bukan dengan personalnya.
Demikianlah madzhab Syafi’I, Malikiy dan Hanbali.
 
B. Pada Harta
 
Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat berikut ini, yaitu:
Kepemilikan Penuh. Yaitu penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan, sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt  mewajibkan zakat, ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya, yaitu firman Allah:  Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, ….QS. 9:103

Dari itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al fa’I (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, asset Negara, dan kepemilikan umum, waqaf khairiy, sedang waqaf pada orang tertentu maka tetap wajib zakat, menurut pendapat yang rajih (kuat)[1].

Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2]

Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakt untuk satu tahun (inilah madzhab Al Hasan Al Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas). 
 
Berkembang. Artinya harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw bersabda: “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” HR Muslim.

Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya, serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat, karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu ia wajib zakat, jika kurang dari itu tidak wajib zakat.

Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari duaratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh  jumhurul ulama. Hikmahnya adalah bahwa orang yang memiliki kurang dari nishab ia tidak termasuk oran kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya, untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi: “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya” HR. AL Bukhariy, dan Ahmad

Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tingal, alat kerja, alat perang dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat.

Seperti yang disebutkan dalam firman Allah:

“. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” QS. 2/Al Baqarah: 219,

Al afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah katakan: Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya” HR. AL Bukhariy, dan Ahmad.

Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jwabnya seperti: isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.

Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah dan kurang.  Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan meneriman zakat, termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
 
Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak, dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.
 
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah
1. Hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.

2. Hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
3. Hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia) sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
 
Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala maka tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang dan perdagangan adalah amal khulafaurrasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi: “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun. HR Ad Daru Quthniy dan Al Baihaqiy   
 
HARTA YANG DIKELUARKAN ZAKATNYA
 
ZAKAT HEWAN
Hewan yang dikeluarkan zakatnya adalah: onta, sapi, kerbau dan kambing.
 
1.  Syarat zakat hewan ternak adalah:
Mencapai jumlah satu nishab, yaitu lima onta, tiga puluh sapi, dan empat puluh kambing.
Sudah melewati satu tahun, dan zakat hanya dikeluarkan setahun sekali
Digembalakan di ladang yang boleh untuk menggembala. Sedangkan hewan yang di kandangin (dikasih makan di kandang/tidak digembalakan) maka tidak wajib zakat kecuali menurut madzhab Malikiy.
Tidak menjadi alat kerja, membajak, menyiram, atau membawa barang. Sebab jika dipekerjakan maka statusnya lebih mirip menjadi alat kerja daripada kekayaan.
 
Zakat Onta.
 
Nishab onta adalah lima, maka barang siapa memiliki empat ekor onta, ia belum wajib zakat. Zaakt wajibnya seperti dalam table berikut ini:
Jumlah onta
Zakat wajibnya
  5 – 1 9
Seekor kambing
10 – 14
Dua ekor kambing
15 – 19
Tiga ekor kambing
20 – 24
Empat ekor kambing
25 – 35
1 bintu makhadh/anak onta yang induknya sedang hamil (usia > 1 tahun)
36 – 45
1 bintu labun/anak onta yang induknya sedang menyusui (usia > 2 tahun)
46 – 60
1 onta hiqqah (onta betina yang berumut > 3 tahun)
61 – 75
1 onta jadza’ah ( onta betina berumur > 4 tahun)
76 – 90
2 ekor onta bintu labun
91 – 120

2 hiqqah
 
Lebih dari seratus duapuluh maka setiap lima puluh (50) ekor zakatnya satu hiqqah, dan setiap empat puluh ekor (40) zakatnya satu bintu labun.
Jika disimak ketentuan zakat onta yang kurang dari dua puluh lima ekor menggunakan kambing, maka ini berbeda dengan qaidah bahwa zakat itu diambilkan dari harta yang dizakati. Penggunaan kambing untuk zakat onta ini adalah salah satu bentuk keringanan dalam Islam terhadap pemiliki onta yang masih sedikit.
 
3.    Zakat Sapi.    
Zakat sapi hukumnya wajib berdasarkan As Sunnah dan Ijma’.
Hadits Abu Dzarr dari Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada seorangpun yang memiliki onta, sapi, atau kambing tetapi tidak membayar haknya, kecuali di hari kiamat akan datang lebih besar dan gemuk dari yang ada sebelumnya, kemudian menginjak-injak dengan kaki-kakinya, dan nyeruduk dengan tanduknya. Ketika sampai ke belakang bersambung dengan yang terdepan, sehingga diputuskan di tengah-tengah manusia.” HR. Al Bukhariy

Sedang ijma’, seperti yang disebutkan oleh penulis AL Mughniy, dan menegaskan bahwa tidak ada seorangpun ulama yang menolak zakat sapi sepanjang masa. (Al Mughniy Juz: II).
Nishab sapi yang dipilih oleh empat madzhab adalah tigapuluh ekor sapi. Kurang dari itu tidak wajib zakat. Tigapuluh ekor sapi itu zakatnya seekor tabi’(sudah berusia satu tahun, dan masuk ke tahun kedua, disebut tabi’/ikut, karena ia masih mengikuti induknya), dan jika sudah mencapai jumlah empat puluh ekor, zakatnya seekor sapi musinnah ( berusia dua tahun dan masuk ke tahun ketiga, disebut musinnah/bergigi karena sudah mulai tampak giginya).

Dan jika sudah berjumlah enampuluh ekor, zakatnya dua ekor anak sapi. Dan jika sudah berjumlah tujuh puluh ekor sapi, zakatnya satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah. Jika sudah berjumlah delapan puluh ekor, zakatnya dua ekor musinnah. Jika sudah mencapai sembilan puluh ekor, zakatnya satu musinnah dan dua ekor tabi’. Jika berjumlah seratus ekor sapi, zakatnya dua musinnah dan satu ekor tabi’, dst.
 
Jumlah sapi
Zakat wajibnya
30 – 3 9
seekor tabi’(sudah berusia satu tahun, dan masuk ke tahun kedua
40 – 59
zakatnya seekor sapi musinnah ( berusia dua tahun dan masuk ke tahun ketiga
60 – 69
dua ekor anak sapi
70 – 79
satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah
80 – 89
dua ekor musinnah
90 – 99
satu musinnah dan dua ekor tabi’
100 –
dua musinnah dan satu ekor tabi’
 
Dalil masalah ini adalah hadits Masruq dari Mu’adz bin Jabal, berkata: Rasulullah saw mengutusku ke Yaman, dan menyuruhku untuk mengambil setiap tiga puluh ekor sapi, seekor tabi’ jantan atau betina, dan setiap empat puluh ekor zakatnya satu ekor musinnah…”
Sekedar kami sebutkan di sini, tanpa mendalami dalilnya, bahwa Said bin Al Musayyib dan Ibnu Syihab Az Zuhriy, berpendapat bahwa nishab sapi adalah sama dengan nishab onta, yaitu lima ekor. Imam At Thabariy berpendapat bahwa nishab onta adalah lima puluh ekor.
 
 
Zakat Kambing
 
Hukumnya wajib berdasarkan As Sunnah dan Ijma’.
 
Abu Bakar ra memberikan catatan kepada Anas ra tentag nishab hewan ternak, seperti yang telah disebutkan di depan. Al Majmu’ (Imam An Nawawi) dan Al Mughni (Ibnu Qudamah) dll menyebutkan telah terjadi ijma’ tentang wajib zakat kambing. Besar zakat kambing seperti yang ditulis Abu Bakar ra dapat dilihat dalam table berikut ini:
 
 
Mulai
Sampai
Besar zakat wajibnya
1
39
Tidak wajib zakat
40
120
Seekor kambing
121
200
Dua ekor kambing
201
299
Tiga ekor kambing
300
399
Empat ekor kambing
400
499
Lima ekor kambing
Berikutnya setiap seratus ekor kambing zakatnya satu ekor kambing
 
Perlu dicatat di sini, bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing, semakin banyak, zakatnya 1%, padahal prosentase yang lazim 2,5%. Hikmah yang tampak, bahwa kambing itu banyak yang kecil, karena dalam setahun ia beranak lebih dari sekali, dan setiap kali beranak lebih dari satu ekor, terutama domba. Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi tidak bisa digunakan untuk membayar zakat. Dari itulah keringanan ini tidak menjadikecemburuan pemilik onta dan sapi atas pemilik kambing. Sedangkan bilangan empat puluh pertama, wajib mengeluarkan zakatnya seekor kambing, karena di antara syaratnya –menurut yang rajah/kuat- empat ekor kambing itu telah dewasa. Dan inilah madzhab Abu Hanifah dan Asy Syafi’iy dalam membahas zakat seluruh hewan ternak.
 
Zakat hewan lain
 
Para ulama bersepakat bahwa kuda untuk transportasi dan jihad fi sabilillah tidak diwajjibkan zakat. Sedangkan yang diperdagangkan wajib dikeluarkan zakat dagangan. Demikian juga kuda yang dikurung tidak wajib zakat, karena yang wajib dizakati adalah hewan yang digembalakan.
Sedangkan kuda gembalaan yang dilakukan seorang muslim untuk memperoleh anaknya –kudanya tidak hanya jantan- Abu Hanifah berpendapat tentang wajibnya zakat kuda ini, yaitu satu dinar setiap ekornya untuk kuda Arab, atau senilai 2,5 % dari perkiraan harga kuda untuk kuda non Arab.

Jika kemudian berkembang jenis-jenis hewan baru yang menjadi peliharaan untuk pengembangan dan memperoleh hasilnya, seperti keledai, apakah ada kewajiban zakatnya? Para ulama modern seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab KHallaf dan Yusuf Qardhawi mengatakan wajib zakat.  Karena qiyas masalah zakat dapat dianalisa alasan hukumnya.

Umar ra mewajibkan zakat kuda karena alasan yang logis, dan diikuti oleh Abu Hanifah. Nishab yang digunakan adalah senilai duapuluh mitsqal emas, dengan wajib zakatnya 2,5%. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa nishab hewan itu adalah dua kali lipat nishab uang, minimal berjumlah lma ekor, dan senilai lima ekor onnta atau empat puluh kambing.
 
1.    Syarat Zakat Hewan Ternak
Bebas dari aneka cacat, tidak sakit, tidak patah tulang dan tidak pula pikun. Kecuali jika seluruh ternak mengalami cacat tertentu, maka diperbolehkan mengeluarkan zakatnya dari yang cacat ini. 
Betina, bagi yang mensyaratkan. Dalam kasus ini tidak boleh mengambil zakat jantan, kecuali jika lebih dewasa. Menurut madzhab Hanafi diperbolehkan zakatnya dengan uang senilai hewan yang harus dikeluarkan.

Umur hewan. Ada beberapa hadits yang membatasi umur hewan zakat ternak. Maka harus terikat dengan ketentuan ini. Jika tidak ada yang memenuhi standar umur itu, maka diperbolehkan mengeluarkan yang lebih besar atau yang lebih kecil, dan mengambil selisih harganya menurut madhab Syafi’iy. Sedang menurut Abu Hanifah dibayar dengan uang senilai hewan yang wajib dikeluarkan.

Sedangkan pemungut zakat tidak boleh mengambil yang paling bagus atau yang paling buruk, akan tetapi mengambil kualitas sedang, dengan memperhatikan posisi pemiliki dan fakir miskin sebagai mustahiq.
 
Ternak dimiliki oleh beberapa pemilik
 
Jika ada dua orang yang menggabungkan ternaknya, maka penggabungan ini tidak mempengaruhi nishab maupun zakat menurut Abu Hanifah, masing-masing berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri ketika sudah mencapai nishabnya.  Tetapi menurut madzhab Syafi’iy, penggabungan hewan ternak dapat mempengaruhi nishab dan zakat, sepertinya ia menjadi milik satu orang dengan sayarat:
1. Kandang penginapannya menyatu
2. Tempat peristirahatanya satu
3. Tempat penggemabalaannya menyatu
4. Penggabungan itu sudah berlangsung satu tahun
5. Yang digabung itu sudah mencapai satu nishab
6. Masing-masing penggabung adalah orang secara pribadi berkewajiban zakat
seperti dua orang yang bergabung satu orang memiliki dua puluh ekor kambing, dan yang kedua memiliki empat puluh ekor kambing.
menurut Abu Hanifah, yang pertama tidak wajib zakat karena belum mencapai satu nishab dan yang kedua wajib zakat, satu ekor kambing
menurut madzhab Syafii, kedua orang itu hanya wajib memabyar satu ekor kambing.
 
Dari sini terlihat behawa madzhab Hanfi lebih dekat dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan orang fakir, akan tetapi madzhab Syafi’iy dengan keputusannya itu lebih dekat kepada system korporai modern, terutama koorporasi partisipasif, nishabnya lebih simple dan lebih mudah.
 
Zakat Madu dan Produk Hewani
 
Zakat madu hukumnya wajiib menurut madzhab Hanbali dan Hanafi. Sebagaimana diebutkan dalam beberapa hadits dari Rasulullah saw dan para sahabatnya, yang saling menguatkan, di antara yang kuat adalah riwayat Abu Daud dan An Nasa’iy: Hilal (seorang dari Bani Qai’an) mendatangi Rasulullah saw dengan membawa sepersepuluh madu lebahnya. Rasulullah memintanya untuk menjaga lembah yang bernama lembah salbah, lalu ia menjaga lembah itu. Ketika Umar ra menjadi khalifah, Sufyan bin Wahb menulis surat kepada Umar bin Khaththab menanyakan hal ini. Lalu Umar menjawab: Jika ia masih membayar sepersepuluh yang pernah diberikan di masa Rasulullah, maka silahkan ia menjaga lembah salbah, dan jika tidak maka sesungguhnya mereka itu lebah hujan yang dimakan oleh siapa saja.”

Prosentase zakatnya  adalah sepersepuluh setelah dikurangi biaya produksi jika ada.
menurut Abu Hanifah tidak ada nishab zakat madu, tetapi diambil zakatnya dari berapapun jumlahnya sedikit ataupun banyak. Menurut Abu Yusuf nishabnya ketika sudah senilai lima wisq, yaitu nishab terkecil barang-barang yang dapat ditimbang.
Hasil-hasil hewani seperti susu, sutera, telur, dan daging yang menjadi kakayaan besar di zaman sekarang ini. Apakah wajib zakat?
Jika zakat sudah diambil dari fisik hewannya seperti sapi sebagai pengahsil susu, maka ketika itu tidak wajib zakat susu

Jika belum diambil zakat fisik hewannya, seperti ayam dan sejenisnya, maka ketika itu diambil zakat dari hasilnya, dikiaskan dengan madu yang merupakan hasil lebah, atau diqiaskan dengan tanah yang dikeluarkan hasilnya bukan tanahnya.
Nishab zakat ini senilai lima wisq, yang merupakan nishab terendah dari hasil tanaman yang ditimbang, yaitu (653 kg). prosentasenya sepersepuluh jika diqiaskan dengan tanah yang disiram dengan air hujan, dan seperduapuluh jika disiram dengan alat, di mana muzakki mengeluarkan dana untuk biaya produksinya.
Dan sangat mungkin ditentukan prosentase zakatnya 2,5 % jika dipertimbangkan bahwa produk hewani sama dengan harta perdagangan, diabayarkan dari modal dan hasil.
 
 
Macam-macam zakat Mal
 
Zakat Tanaman
 
Kewajibannya
 
Zakat tanaman dan buah-buahan diwajibkan berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Al Qur’an,
  
 
يأيهاالدين ءامنوا أنفقوا من طيبت ما كسبتم ومما أخرخنا لكم من الارض ولا تيمموا الخبيث منه تنفقون ولستم بأخديه الا أنتغوا فيه واعلموا أنالله غني حميد ( البقره:   267
 
 
ِِArtinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. QS. Al Baqarah: 267
 
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. QS. Al An’am: 141
 
Para ahli tafsir mengatakan: bahwa “Al Haq” yang dimaksudkan di sini adalah zakat wajib. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah: Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Al Hasan Al Bashriy, Said bin Musayyib, Muhammad bin Al Hanafiyah, Thawus, Qatadah, Adh Dhahhak, At Tabariy, Al Qurthubiy dan Ibnu Katsir.
 
Al Hadits
Dari Ibnu Umar ra bahwasannya Nabi Muhammad  saw bersabda: “Tanaman yang disiram dengan air hujan dan mata air atau disiram dengan aliran sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ditimba maka zakatnya seperduapuluh.”  HR Al Jama’ah kecuali imam Muslim
Dari Jabir ra dari Nabi Muhammad saw : ….tanaman yang disiram dengan air sungai sungai dan mendung zakatnya sepersepuluh, dan yang disiram dengan air timba zakatnya seperduapuluh (nishful usyur).  HR Ahmad, Muslim, An Nasa’iy, Abu Daud
Banyak lagi hadits lain yang menentukan batas nishab, dll.
 
HASIL-HASIL PERTANIAN YANG WAJIB ZAKAT
 
Zakat sepersepuluh atau seperduapuluh itu wajib dikeluarkan dari seluruh tanaman yang diharapkan untuk pemanfaatan dan peningkatan nilai tanah, menurut Abu Hanifah, Daud Azh Zhahiriy, Umar bin Abdul Aziz, Mujahid, dan Hammad bin Abi Sulaiman, dalilnya:
 
Firman Allah :
“…dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” QS. Al Baqarah: 267
Hadits Rasulullah saw
“Tanaman yang disiram dengan air hujan dan mata air atau disiram dengan aliran sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ditimba maka zakatnya seperduapuluh.”  HR Al Jama’ah kecuali imam Muslim
tanpa dibedakan antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Ibnu Al Arabiy, seorang ulama Malikiy menguatkan pendapat Abu Hanifah ini.[3]
Dan mencantumkan dalil-dalil madzhab lain, kemudian memberikan jawaban dalam kitabnya “Ahkamul Qur’an” dan dalam syarahnya terhadap hadits At Tirmidziy.
 
3.   NISHAB TANAMAN DAN BUAH-BUAHAN
 
Nishab zakat tanaman dan buah-buahan adalah sebesar lima wisq, sesuai dengan hadits Rasulullah saw: Yang kurang dari lima wisq tidak wajib zakat. Muttafaq alaih
Pendapat ini adalah pendapat jumhurul ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta ulama berikutnya, seperti yang disebutkan oleh penulis Al Mughniy (Ibnu Qudamah).
Satu wisq = enam puluh sha’. Dan satu sha’ menurut ukuran Madinah adalah empat mud. Satu mud adalah sepenuh dua telapan tangan orang dewasa ukuran sedang ketika menjulurkan tangannya.
Satu sha’ ukuran Madinah atau empat mud itu adalah lima rithl dan sepertiganya, sekitar 2176 gr. Maka satu nishab itu adalah: 300 sha’ x 2176 = 652,8 kg
Lima wisq = 300 sha’= + 653 kg
 
PROSENTASENYA
 
sepersepuluh jika disiram tanpa biaya ( dengan air hujan atau air sungai yang dialirkan)
seperduapuluh (nishful usyur) jika disiram dengan biaya
jika setengah tahun disiram dengan tanpa biaya dan setengah tahun lainnya disiram dengan biaya maka zakatnya ¾ dari sepersepuluh. Jika disiram lebih banyak menggunakan salah satu sarananya maka diperhitungkan dengan yang lebih banyak itu, atau dengan prosentase yang memudahkannya.

Diperkirakan dengan taksiran. Yaitu jika buah sudah mulai tampak kualitasnya maka penaksir memperkirakan buah anggur dan kurma itu untuk menentukan besaran zakat yang harus dikeluarkan, setelah itu pemilik kurma dan anggur itu dapat mempergunakan buahnya sesuka hati, dengan tetap menjamin zakat yang harus ia keluarkan. Cara ini akan meringankan pemilik harta, dan sekaligus melindungi hak fakir miskin. Cara ini diperbolehkan oleh jumhurul ulama. Berbeda dengan Abu Hanifah yang menganggap taksiran itu sebagai dugaan semata yang tidak dapat dijadikan sebagai patokan hokum.

Dan karena perkiraan perhitungan itu maka pemilik tanaman menghitung biaya produksi untuk dikeluarkan dari hasil yang diperoleh, baik biaya itu dari hutang atau uang sendiri, sebagaimana ia menguranginya dengan hutang yang menjadi kewajibannya. Maka jika sisa hail panen itu mencapai satu nishab setelah pengurangan ini baru mengeluarkan zakat. Yang tidak boleh dimasukkan dalam pengurangan biaya itu adalah biaya penyiraman yang sudah masuk dalam hitungan seperduapuluh. Demikianlah pendapat Ibnu Al Arabiy, dalam Syarah At Tirmidziy. Sedangkan menurut Abu hanifah dan Asy Syafi’iy tidak ada pengurangan karena biaya dan hutang.
 
ZAKAT TANAH YANGDISEWAKAN
ketika pemilik tnaha menyerahkan tanahnya untuk di tanami, dengan imbalan prosentase tertentu dari hasil panen seperti 1/3, ¼ atau ½ nya maka zakat menjadi kewajiban keduanya. Masing-masing berkewajiban zakat sesuai dengan hasil yang didapat ketika sudah mencapai satu nishab.
sedangkan jika pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk ditanami dengan pembayaran harga tertentu (misalnya disewakan berapa rupiah semusim tanam atau setahun), maka siapakah yang mengeluarkan zakatnya? Pemilik tanah atau petani?

madzhab Abu Hanifah mengatakan bahwa yang mengeluarkan zakat adalah pemilik tanah
madzhabul jumhur berpendapat bahwa yang mengeluarkan zakat adalah petani
bisa juga keduanya mengeluarkan zakat sesuai dengan hasil dari tanah yang dimanfaatkan. Pemilik tanah berzakat dari sewa tanah yang diperoleh, dan petani berzakat dari hasil yang diperoleh setelah dikurangi biaya produksi, termasuk biaya sewa tanah. Dengan cara itu zakat telah dikeluarkan dengan sempurna dari seluruh dasil tanah.
 
ZAKAT EMAS,  PERAK DAN UANG
 
ZAKAT UANG
 
Hukumnya wajib berdasarkan dalil berikut :
Al Qur’an, firman Allah:
…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, QS. At Taubah: 34 dan yang dimaksudkan emas dan perak di sini adalah uang, karena adanya kalimat   وَلَا يُنفقُونها dan yang diinfakkan adalah uang. 
 
Assunnah: hadits Nabi:
 
Tidak ada seorangpun yang memiliki emas dan perak kemudian tidak membayar haknya, maka pasti di hari kiamat akan dibentangkan untuknya bentangan api, kemudian dipanaskanlah emas peraknya itu di jahannam, kemudian diguyurkan ke lambung, dahi dan punggungnya. Setiap kali dingin dikembalikan lagi baginya pada hari yang panjang seharinya sekitar lima puluh ribu tahun, sehingga ia diputuskan di antara para hamba, sehingga diketahui jalannya ke surga atau ke neraka. HR Muslim
Sebagaimana telah disepakati oleh ulama Islam tentang kewajiban zakat dua jenis mata uang ini (emas dan perak) di sepanjang masa. Dan di antara hikmahnya adalah mendorong perputaran harta dan pengembangannya sehingga tidak habis di makan zakat.
 
Prosentasenya
 
Emas dan perak zakatnya sebesar 2,5 % sesuai dengan hadits Rasulullah saw: “Dalam riqqah ada zakatnya seperempatnya sepersepuluh”.  Riqqah adalah uang dari perak. Hikamah keringanan prosentase zakat ini adalah karena zakat emas dan perak diwajibkan pada modal bersama dengan keuntungan, meskipun tidak beruntung. Dan tidak hanya pada keuntungan saja.
 
Nishab uang
Nishab perak sebesar dua ratus dirham, tanpa ada perbedaan pendapat, sesuai dengan hadits Rasulullah saw: “Tidak wajib zakat bagi waraq yang kurang dari lima wiqyah” HR. Muslim. Al waraq adalah uang dirham yang menjadi alat tukar, dan satu wiqyah berjumlah empat puluh dirham.
Sedangkan nishab emas berjumlah duapuluh dinar, atau duapuluh mitsqal, seperti pendapat jumhurul ulama, termasuk empat madzhab, bersandar pada beberapa hadits dan atsar yang saling menguatkan satu dengan yang lain.

Demikian juga ijma’ shahabat dan orang-orang sesudahnya. Di antara hadits yang menjadi pegangan adalah hadits Ali bin Abi Thalib ra: “ Jaka kamu memiliki dua ratus dirham dan sudah melewati masa satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya lima dirham. Dan kamu tidak wajib zakat emas sehingga berjumlah duapuluh dinar.

Jika kamu memiliki duapuluh dinar dan sudah melewati masa satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya  setengah dinar” HR Abu Daud, dan disahihkan oleh Ibnu Hazm, dan meng-hasan-kannya Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Dan DR Yusuf Qardhawi men-tahaqiq- dalam bukunya “Fiqhuzzakat” nilai dirham dan dinar syar’iy dengan ukuran modern, seperti ini:
      1 Dirham = 2,975 gr
      1 dirnar = 4,25 gr
      dari itu maka nishab perak sebesar: 2,975 x 200= 595 gr
      nishab emas : 4,25 x 20 = 85 gr
 
Uang Kertas
Uang kertas hari ini telah memainkan peran emas dan perak di masa lalu, maka sangat logis ketika zakat dianalogikan kewajibannya dengan emas dan perak, karena telah menggantikan peran keduanya. Para ulama modern dari berbagai madzhab telah  bersepakat tentang hal ini, meskipun berbeda pendapat tentang cara pelaksanaan zakat uang ini. 
 
Syarat wajib zakat
 
Telah mencapai satu nishab pada seorang pemilik
Telah melewati masa satu tahun, maka uang dikeluarkan zakatnya setahun sekali
Setelah membayar hutang. Sebab jika habis atau berkurang untuk membayar hutang, maka tidak wajib zakat
Telah lebih dari kebutuhan pokok. “Sebab tidak wajib zakat kecuali dari orang kaya”.
 
ZAKAT PERHIASAN DAN PERABOTAN
Perabotan, benda antik, patung emas dan perak hukumnya haram. Walau demikian tetap diwajibkan zakat ketika sudah mencapai satu nishab menurut timbangannya atau nialinya.
Perhiasan bagi laki-laki, hukumnya haram kecuali cincin perak, tetapi jika sudah mencapai satu nishab maka diwajibkan zakat

Perhiasan wanita yang terbuat dari lu’lu’ dan mutiara, selain emas dan perak hukumnya mubah dan tidak wajib zakat. Karena tidak merupakan harta berkembang, dan hanya untuk konsumsi pribadi.
Sedangkan perhiasan wanita yang terbuat dari emas dan perak hukumnya mubah, dan untuk zakatnya ada dua pendapat:

Madzhab Abu Hanifah  dan Al Auza’iy dan Ats Tsauriy, dll: Bahwa perhiasan wanita yang terbuat dari emas dan perak wajib membayar zakat, berdasarkan pemahaman umum tentang emas dan perak, dan juga sebagian atsar yang ada tentang zakat perhiasan. Di antaranya hadits Ummu Salamah: “Saya pernah memakai perhiasan emas, lalu aku bertanya: Ya Rasulallah apakah ia termasuk simpanan? Rasulullah menjawab: jika sudah mencapai nishabnya dan dikeluarkan zakatnya maka tidak termasuk simpanan. HR Abu Daud dll.
Madzhab Malik, Ahmad, Asy Syafi’iy dll, mengatakan bahwa perhiasan wanita tidak wajib zakat karena tidak ada nash, dan tidak merupakan harta berkembang, juga karena ada riwayat imam Malik: bahwasannya Aisyah ra isteri Rasulullah saw bersama putri saudaranya di kamarnya yang mengenakan perhiasan dan tiak mengerluarkan zakatnya. Al Muwaththa’
 
Perlu ditegaskan di sini bahwa perhiasan di zaman sekarang ini telah menjadi salah satu bentuk simpanan, maka wajib zakat karena kondisi ini. Sebab maksud utama zakat itu karena adanya pemanfaatan harta seperti perhiasan dan keindahan. Sebagaimana jika melampaui batas kewajaran maka akan masuk ke sikap berlebihan yang hukumnya haram. Batas berlebihan sangat relative sesuai dengan kondisi seseorang dan social.
 
ZAKAT HARTA PERNIAGAAN
Aset perniagaan (عروض([4]) التجارة ) sebagaimana yang disebut oleh para ulama fiqh adalah asset yang dipersiapkan untuk jual beli, mencari keuntungan, seperti peralatan, perabotan, pakaian, makanan, perhiasan, permata, hewan, tanaman, bangunan, dsb.
 
DALIL KEWAJIBANNYA
Zakat perniagaan hukumnya wajib berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Al Qur’an
Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ….QS. Al Baqarah: 267
Arti “KASB” di sini adalah perdagangan seperti yang diungkapkan oleh banyak ahli tafsir, di antaranya: Al Hasan, Mujahid, Ath Thabariy, Ar Raziy, dll
Demikian juga ayat-ayat yang mewajibkan zakat harta kekayaan secara umum, termasuk di dalamnya harta perniagaan. Tidak ada satupun dalil yang mengecualikannya.
 
As Sunnah
Dari Samurah bin Jundub berkata: “Rasulullah saw menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat dari segala sesuatu yang kami persiapkan untuk dijual”. HR Abu Daud, Ad Daruquthniy, Ibnu Abdil Barr,
 
Ijma’ Sahabat, Tabi’in dan Salafusshalih
Umar bin Khaththab ra mengambil zakat dari harta perniagaan, dan tidak seorangpun sahabat yang menolaknya. Pendapat seperti ini diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Umar bin Abdul Aziz. Para ulama tabi’in juga telah bersepakat dalam hal ini. Ibnul Mundzir dan Abu Ubaid menyatakan telah terjadi ijma’ dalam hal ini. Kewajiban zakat perniagaan juga menjadi pendapt empat masdzhab, dan tidak ada yang berbeda pendapat kecuali ulama zhahiriyah, dan syi’ah imamiyah yang menyatakan bahwa zakat perniagaan hukumnya sunnah.
 
SYARAT ZAKAT
Terdapat dua unsur perdagangan secara bersamaa yaitu: jual beli, dan niat berdagang. Jika ada salah satu unsurnya tidak ada, maka tidak disebut perdaangan, sehingga tidak wajib zakat. Seperti jika seseorang membeli sesuatu untuk konsumsi pribadi, atau ia berniat untuk berdagang tetapi belum membeli barang, atau menjualnya maka belum disebut pedagang.
Telah mencapai satu nishab, artinya nilai harta perniagaan itu telah mencapai nishab uang, pada akhir tahun menurut Imam Malik dan Asy Syafi’iy.

Tidak ada penghalang yang membuat yang membuat duplikasi zakat. Jika barang dagangan itu dari jenis barang yang wajib dizakati, maka tidak wajib zakat dua kali. Dalam kondisi ini ketika hewan ternak telah mencapai satu nishab maka dikeluarkan zakat hewan ternaknya, dan jika tidak mencapai nishab ternak dan tetapi mencapai nishab perniagaan maka dikeluarkan zakat perniagaan. Dan jika mencapai nishab dua macam (perniagaan dan ternak) maka zakatnya ternak saja. Inilah penghalang yang menghalangi zakat perniagaan. Syarat ini melengkapi syarat zakat yang ada sebelumnya.
    
BAGAIAMANA PEDAGANG MENGELUARKAN ZAKATNYA
Seorang pedagang muslim menentukan waktu tahunan untuk membayar zakat. Pada saat itu ia menghitung modal yang dipersiapkan untuk dagang, yaitu barang-barang yang dipersiapkan untuk jualan, dengan harga jual itu waktu mengeluarkan zakat, ditambah dengan uang cash yang ada, uang yang masih ada di tangan orang lain. Kemudian dikurangi hutang yang menjadi kewajibannya, lalu dari yang tersisa itu dikeluarkan 2,5%

Perlu ditegaskan di sini, bahwa bangunan, perabotan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan bungkus yang dijual beserta isinya maka dikategorikan sebagai dagangan dan dihitung nilainya

edagang itu mengeluarkan dagangannya berupa uang. Demikian pendapat Asy Syafi’iy dan Imam  Ahmad. Sedangkan madzhab Hanafiy memperbolehkan pengeluaran zakatnya berupa barang dagangan yang ada, namun yang utama menurutnya jika dikeluarkan dalam bentuk uang, karena dianggap lebih bermanfaat bagi fuqara masakin.
 
ZAKAT PERTAMBANGAN
 
Jumhurul ulama bersepakat bahwa tambang yang dikeluarkan dari dalam tanah, maka ada hak tertentu yang harus dikeluarkan. Firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. QS. Al Baqarah: 267
Dan pertambangan adalah termasuk yang Allah keluarkan dari dalam bumi.

Dan berikut ini, kami ringkas beberapa hokum :
Hak wajib meliputi segala macam tambang yang keluar dari perut bumi, baik yang beku maupun yang cair, bisa dicetak atau tidak bisa dicetak. Demikian pendapat Hambali dan Syi’ah
Prosentase wajibnya adalah seperlima (20 %) menurut madzhab Hanafiy, sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Dalam pertambangan itu wajib zakat seperlimanya” HR Al jama’ah. Yang termasuk dalam rikaz adalah pertambangan. Menurut jumhurul ulama zakat wajibnya rub’ul usyur (2,5 %) dianalogikan dengan zakat uang.

Ada juga pendapat terkenal dalam madzhab Maliki: Bahwa yang segala sesuatu yang dikeluarkan dari perut bumi adalah kekayaan untuk Baitu malil muslimin.
Jumhurul fuqaha mensyaratkan nishab untuk zakat pertambangan. Yaitu ketika yang digali sudah mencapai nilai satu nishab uang. Dan menurut Abu Hanifah tidak ada batas nishab pertambangan, dan dikeluarkan seperlimanya berapapun yang diperoleh.
Tidak disyaratkan masa setahun menurut mayoritas ulama, akan tetapi wajib dikeluarkan zakat seketika dihasilkan tambang itu.
Sedangkan yang mewajibkan zakat seperlimanya mengatakan: Sesungguhnya bahan tambang itu diperlakukan sebagaimana perlakuan al fai (harta yang diperoleh dari musuh tanpa perang), sedangkan yang mewajibkannya 2,5 % memperlakukannya dengan perlakuan zakat penuh.
 
 
ZAKAT PERUSAHAAN 
Di zaman sekarang ini banyak sekali jenis kekayaan yang mendatangkan keuntungan pada pemiliknya yang tidak dikenal di masa lalu, atau kalau ada di masa lalu sangat jarang sekali, sehingga para ulama fiqh belum menjelaskan hukum zakatnya. Di antara harta-harta itu adalah: bangunan yang disewakan, kendaraan besar atau kecil yang disewakan, pabrik, pesawat udara, kapal laut, peternakan sapi perah, peternakan ayam petelur dan pedaging, dsb.

Harta jenis ini bernilai besar dan mendatangkan keuntungan yang berlimpah, yangdimiliki oleh orang-orang kaya atau perusahaan-perusahaan besar. Apakah di sana wajib zakat? Berapa prosentasenya? Dan berapa nishabnya?

DR. Yusuf Al Qardhawiy menghimpun jenis ini dengan sebutan  المستغلات /Harta yang diusahakan, yaitu: harta yang diusahakan oleh para pemiliknya untuk berusaha dengan cara menyewakannya atau menjual hasilnya. Perbedaanya dengan harta perniagaan adalah bahwa keuntungan yang diperoleh dalam perdagangan adalah lewat penjualan atau pemindahan benda-benda itu ke tangan orang lain. Sedangkan harta perusahaan masih berada di tangan pemilik, dan keuntungan diperoleh dari penyewaan atau  penjualan produknya.
 
Dalil Kewajibannya
 
Para ulama fiqh kontemporer memiliki dua pandangan tentang harta perusahaan ini.
Pertama. Tidak wajib zakat, karena tidak ada teks yang mewajibkannya. Karena tidak ada teks inilah para ulama fiqh generasi pertama tidak mewajibkan zakat, bahkan mereka menyatakan bahwa tidak wajib zakat pula terhadap rumah tinggal, alat kerja, hewan trnasportasi, perabotan rumah, dsb.
 
Kedua. Wajib zakat pada harta-harta di atas, dengan dalil-dalil berikut ini: 
Teks zakat dalam Al Qur’an dan As Sunnah, mencakup seluruh jenis harta kekayaan : { وفي أَمْوَالهم حقٌّ للسَائِل والمَحْرُوم }، { خُذْ مِن أموالِهم صَدَقَة }، « أدُّوا زَكاةَ أموالِكُم  dan perusahaan adalah jenis harta kekayaan.

Alasan kewajiban zakat harta adalah pertambahan, setiap harta yang bertambah maka ia wajib zakat, seperti hewan ternak, pertanian, dan uang. Sedangkan harta konsumsi pribadi, dikategorikan sebagai harta tidak berkembang maka tidak wajib zakat. Dan perusahaan adalah jenis kekayaan yang paling besar perkembangannya  di zaman sekarang ini.

Sesungguhnya hikmah zakat adalah untuk membersihkan pemilik harta, dan memberi keleluasaan kepada orang-orang yang membutuhkan, dan menjaga Islam. Apa boleh hal ini tidak diwajibkan kepada pemilik perusahaan, pabrik, pesawat terbang, kapal laut, dan apartemen.

Telah menjadi kesepakatan ulama tentan kewajiban zakat yang tidak disebutkan langsung oleh Rasulullah saw secara tekstual, tetapi para ulama menetapkannya menggunakan qiyas, seperti zakat emas menurut Imam Syafi’iy adalah qiyas terhadap perak. Zakat harta perniagaan diqiyaskan dengan uang. Zakat kuda menurut madzhab Hanafi diqiyaskan dengan zakat hewan lainnya yang telah disebutkan secara tekstual. Zakat madu menurut madzhab Hanbali diqiyaskan dengan pertanian. Zakat barang tambang menurut mereka diqiyaskan dengan emas, perak, dsb. Seperti yang tercantum dalam buku-buku fiqh.

Sedangkan teks fiqh yang tidak mewajibkan zakat pada rumah tinggal, alat kerja, kendaraan pribadi, perabotan rumah tangga, dengan menyertakan alasan bahwa harta benda jenis ini digunkan untuk konsumsi primer, tidak berkembang. Maka jika berubah dari konsumsi pribadi menjadi harta berkembang maka wajib zakat. Diceritakan bahwa Imam Ahamad bin Hanbal pernah mendapatkan biaya sewa rumahnya, lalu ia mengeluarkan zakatnya. Diriwayatkan dari Imam Ahmad tentang orang yang menyewakan rumahnya ia wajib mengeluarkan zakat penghasilannya. (Al Mughni Jilid III).     
 
Cara Pengeluaran Zakatnya 
 
Ada tiga cara pengeluaran zakatnya:
Pertama: Dihitung dan dikeluarkan zakatnya seperti zakat perdagangan. Setiap tahun pemilik bangunan itu misalnya menghitung nilai bangunan dan hasilnya lalu mengeluarkan 2,5% seperti zakat perdagangan.

Demikianlah pendapat Ibnu Aqil, dan Ibnul Qayyim dalam merilis pendapat madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Al Hadawiyah (Syi’ah). Memang pendapat ini sangat sulit penerapannya.

Kedua: Zakat dikeluarkan dari hasilnya saja, 2,5% dengan nishab emas. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad, dan salah satu pendapat madzhab Malikiy. Dan zakatnya dikeluarkan ketika menerima penghasilan itu tanpa menunggu masa satu tahun.

Ketiga: Zakat dikeluarkan dari hasilnya saja dan menggunakan nishab pertanian 10% atau 5%, dan zakat dikeluarkan pada saat pembayaran tanpa menunggu satu tahun. Pendapat ini dikemukakan oleh Asy Syeikh Muhammad Abu Zahrah, Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abdurrahman Hasan, disepakati pula oleh DR Yusuf Al Qardhawiy, dengan mengambil biaya perawatan bangunan itu dari beaya sewa tahunan sebelum menentukan besaran zakat yang dikeluarkan, agar terjadi keseimbangan antara bangunan yang disewakan dengan lahan pertanian. Dalam cara ketiga ini disyaratkan telah mencapai satu nishab. Dan menurut Imam Ahmad, penghitungan hasil itu dengan menggabungkan hasil bulanan selama satu tahun, setelah terkumpul baru dikurangi biaya perawatan dan dikeluarkan zakatnya. 
 
ZAKAT PENGHASILAN 
 
Pertama : Muqaddimah.
Yang dimaksudkan dengan penghassilan adalah apa saja yang diperoleh seseorang dengan kerjanya. Pekerjaan orang dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu: pekerjaan yang secara langsung dikerjakan seseorang tanpa ada atasan yang mengendalikannya, sering disebut dengan المهن الحرة free land, seperti : dokter praktek, arsitek, pengacara, penjahit, tukang kayu, dsb. Dan pekerjaan yang dikendalikan fihak lain, seperti institusi Negara, perusahaan, atau personal, kemudian ia mendapatkan gaji atau kompensasi tertentu.

Jenis pekerjaan ini menjadi sangat luas di zaman sekarang ini, dan telah menjadi mesin uang yang sangat produktif melebihi produktifitas  pertanian, peternakan, dan perniagaan. Apakah ada zakat pada penghasilan ini?

Pendapat konvensional yang popular mengatakan bahwa pendapatan ini meskipun besar tidak berkewajiban zakat, kecuali setelah mencapai masa satu tahun, mencapai nishab sepanjang tahun, atau menurut madzhab Hanafi, mencapai nishab pada awal tahun.
Dr Yusuf Al Qardhawiy menyerupakan pendapatan ini ke dalam kelompok hasil usaha.
 

Kedua: المال المستفاد  Hasil Usaha dan Hukumnya
Hasil usaha adalah seluruh hail yang barusaja diperoleh dan dimiliki seorang mukmin dengan cara yang syar’iy (benar menurut hukum Islam).
Kebanyakan sahabat dan ulama fiqh berpendapat bahwa hasil usaha  tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali sesudah melewati masa satu tahun. Inilah pendapat madzhab Maliki, Syafi’iy dan Hanafi. Selain itu ada juga yang tidak berpendapat seperti ini, di antaranya: Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Mas’ud, dan Mu’awiyah, diikuti kemudian oleh Umar bin Abdul Aziz, Az Zuhriy, Al Hasan, Makhul, Al Auza’iy, demikian juga madzhab Hanbali, seperti yang diriwayatkan dari Imam Ahmad yang mengatakan: “Barang siapa yang menyewakan rumahnya maka ia mengeluarkan zakatnya pada saat menerima uang sewa itu. Demikian yang tercantumd dalam AlMughni. Pendapat ini juga diterima oleh An Nashir, Ash Shadiq, dan Al Baqir, dari kalangan ulama ahlul bait, dikuatkan pula oleh pendapat Daud Azh Zhahiriy.

Perlu ditegaskan pula bahwa Muawiyah pernah mengambil zakat dari gaji yang diberikan Negara kepada para pegawai dan tentaranya. Sebagaimana Umar bin Abdul Aziz mengambil zakat dari gaji yang dibagikan kepada para pegawainya. Artinya keduanya menerapkan hasil ijtihadnya itu dalam skala Negara, dan tidak terdengar seorang sahabat maupun tabiin yang menolaknya.
 
Ketiga: Nishab dan Prosentase
Batas nishab di sini dapat digunakan nishab pertanian. Jika penghasilan sudah menccapai senilai lima wisq, hasil bumi seperti gandum, maka ia wajib zakat.

Dapat juga digunakan nishab emas yaitu senilai 85 gr emas. Pendapat ini lebih dekat ketika melihat yang diterima oleh pekerja itu berupa uang. Kemudian ia mengeluarkan zakat ketika menerimanya jika sudah mencapai satu nishab, dan jika belum mencapai nishab maka ia gabungkan dengan pendapatan berikutnya sehingga pada akhir tahun ia keluarkan zakatnya ketika masih mencapai nishab, sedangkan jika habis maka tidak zakat. Ada yang berpendapat jumlah nishab itu setelah dikurangi kebutuhan dasar.
Prosentase zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%
 
SAHAM DAN SURAT BERHARGA
 
A.  Saham
Modal perusahaan pada umumnya terdiri dari penyertaan saham, yang dibeli seseorang. Dan saham itu sendiri siap dijual belikan kapan saja (di bursa). Maka saham sesungguhnya adalah modal perusahaan yang siap menguntungkan atau merugikan. Saham memiliki nilai tertentu, harga pasar yang sangat terpengaruh oleh situasi.

Penerbitan, pemilikan, dan jual beli saham hukumnya mubah menurut Jumhurul Ulama modern. Dan Pertanyaannya kemudian adalah: Apakah saham berkewajiban zakat? Dan bagaimana zakatnya?

Dapat kita fahami bahwa saham itu sudah menjadi komoditas perdagangan, pemiliknya dapat menjual belikannya sebagaimana barang dagangan, demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Abu Zahrah, konsekwensinya maka wajib mengeluarkan zakat saham sebesar 2,5% dari harga saham yang ada di pasar, ditambah dengan keuntungannya, jika mencapai satu nishab, setelah dikurangi kebutuhan pokok pemiliknya.

Dapat juga dilakukan oleh perusahaan –seperti yang dilakukan disperusahaan-perusahaan Islamiy- mengeluerkan zakat modal dan keuntungannya, maka pemiliki saham tidak lagi berkewajiban mengeluarkan zakatnya karean telah dikeluarkan oleh  perusahaan.
 
B. السندات sertifikat deposito
Sertifikat deposito adalah surat resmi yang dikeluarkan oleh Negara atau perusahaan atau Bank, dengan membayar sejumlah biaya tertentu pada waktu tertentu. Sama dengan pinjaman yang memberi keuntungan tertentu. Pemilik deposito sebagai penanam modal, dan pada waktu tertentu ia dapat mengambil modal sekaligus keuntungannya.

Deposito menyerupai saham dari sisi kemungkinan untuk dijual belikan di pasar, dan dari sisi nilainya di pasar berbeda dengan nilai namanya. Meskipun deposito ini hukumnya haram karena mengambil keuntungan ribawi, maka tetap saja harus dibahas zakatnya karena tetaplah ia merupakan harta walaupun diusahakan dengan cara yang haram. Usaha yang haram itu tidak menghalangi kewajiban zakat bersama dengan kewajiban menghentikan putaran haramnya.

Ada dua pendapat tentang pembahasan zakatnya:
Surat-surat berharga itu dikeluarkan zakatnya sekali saja ketika mengambil dan sudah melewati masa satu tahun lebih, ia seperti hutang yang dikeluarkan zakatnya sekali saja. Demikian pendapat madzhab Imam Malik dan Abu Hanifah

Dikeluarkan zakatnya setiap tahun, ia dianggap seperti hutang yang yakin dapat ditarik. Dengan ini ia berkembang dan memberikan keuntungan walaupun haram, maka ia lebih layak untuk dizakati, bersama dengan kewajiban untuk menghentikan usaha ini. Demikian pendapat jumhurul ulama, seperti yang ada dalam zakat hutang.

Perhitungannya menggunakan nilai resminya. Sedangkan keuntungan haramnya tidak dikeluarkan zakatnya, karena harta haram harus dikembalikan kepada yang berhak, dan jika tidak diketahui pemiliknya maka semuanya harus diberikan kepada fakir miskin.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *