Jalan Berliku, Hidup Berwarna-warni

  • Bagikan

Empat belas abad lalu, malaikat paling mulia mengantarkan sebuah cerita samawi kepada Rasul paling mulia tentang pemuda yang rupawan.

Kisah itu terhimpun utuh dalam satu senarai indah yang hingga Kiamat nanti dijamin keshahihannya oleh Yang Maha Mengetahui, Maha Sempurna, lagi Maha Maha Bijaksana.

Bayangkanlah sebuah wajah yang kecomelannya dapat merenggut perhatian sang ayah dan bunda dari semua saudaranya.

Bayangkanlah sebuah wajah yang keluguannya cukup untuk membuat dengki dalam hati kakak-kakaknya membara.

Bayangkanlah sebuah wajah yang kepolosannya membuat kafilah penemunya di dalam sumur bergembira, tetapi tak menaruh minat padanya dan menjualnya dengan harga yang murah saja.

Bayangkanlah wajah yang sama, yang membuat wanita bangsawan majikannya begitu berhasrat, dan syahwat tak terbendung oleh rasa hormat.

Bayangkanlah wajah yang sama, yang membuat pembelanya begitu yakin dia tak bersalah sebab di bagian belakanglah gamis sang pemuda terkoyak.

Bayangkanlah wajah yang sama, yang dengan menatapnya membuat sekumpulan wanita tanpa sadar berlumur darah mengiris jari jemarinya.

Dan bayangkanlah wajah yang itu juga, yang memperkenalkan Rabb Maha Esa dengan amat menarik pada kedua kawannya di penjara.

Dan bayangkanlah wajah yang itu juga, yang menyampaikan takwil mimpi sang raja dengan memikat sekaligus bersedia memikul tanggung jawab atas paceklik dahsyat.

Dan bayangkanlah wajah yang itu juga, yang tanpa kenal lelah bekerja menyelamatkan negerinya dari ancaman bencana.

Inilah pula wajah yang menahan marah walau saudara- saudara tak tahu malunya menuduhkan hal dusta pada dirinya yang dikira telah tiada.

Inilah pula wajah yang memainkan sandiwara rumit agar dapat berkumpul dengan saudara dan orangtuanya.

Inilah pula wajah yang memaafkan semua kejahatan terhadap dirinya di masa lalu tanpa mengungkitnya, wajah yang dengan rendah hati memohon kepada Allah agar diwafatkan sebagai Muslim dan dihimpun bersama para shalihin setelah berbagai capaian hidupnya yang menakjubkan.

Wajah itu menggenapkan mimpi masa kecilnya, yang menampakkan sebelas bintang, rembulan, dan mentari bersujud hormat padanya.

Wajah itu adalah wajah Yusuf ibn Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim, lelaki dengan galur darah termulia sebagaimana disebutkan oleh Nabi yang menuturkan ceritera dari wahyu Rabbnya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kisah itu adalah jawaban dari kerisauan shahabat- shahabatnya. Dan mungkin juga kerisauan kita.

“Ya Rasulallah,” demikian suatu hari para shahabat Radhiyallahu ‘Anhum memberanikan diri mengajukan pinta, “sekiranya sudi, berceritalah engkau kepada kami.”

Ini terjadi, demikian Mush’ab ibn Sa’d meriwayatkan dari ayahandanya, Sa’d ibn Abi Waqqash Radhiyallahu ‘Anhu, setelah Al-Qur’an turun beberapa waktu lamanya dan Nabi pun membacakan ayat-ayat yang telah turun itu kepada para shahabat.

Inilah kitab yang seandainya diturunkan kepada gunung, niscaya gunung itu pecah berantakan karena rasa takutnya kepada Allah.

Maka pasti saja, hati para shahabat itu, sekukuh apa pun, merasakan berat tak terperi terhadap kalam-Nya. Sebab firman itu telah menunjuk mereka untuk menjadi pendamping dan penyokong Muhammad, sang rahmat semesta, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru ke jalan Allah, dan pelita yang mencahaya.

Sebab wahyu itu menunjuk mereka untuk menjadi insan-insan pertama ummat terbaik yang ditampilkan pada manusia, menyuruh pada yang patut mencegah dari yang lacut, meyakini Allah dan mengingkari thaghut.

Mereka merasakan sesak dan sempit sehingga penghiburan dari kisah-kisah ringan. “Ya Rasulallah,” ujar mereka sebagaimana disampaikan Abdullah ibn Abbas Radhiyallahu Anhuma dan dituliskan Imam Ath-Thabary dalam Tafsirnya, “berceritalah kepada kami.” Lalu turunlah Surah Yusuf, deras bagai hujan mencurahi gersang dalam dada. memerlukan

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu … (Q.s. Yusuf [12]:3)

Inilah kisah terbaik, yang dikisahkan dengan penceritaan terbaik. Ialah kisah tentang seorang bernasab termulia juga berparas terindah dan berakhlaq jelita; Yusuf yang digelari Al-Khair, si baik, pembawa kebaikan.

Sayang sekali, ketika menyebut nama Yusuf, yang tercetak di benak kita hanya soal ketampanan wajahnya.

Kita lupa bahwa dalam karunia ketampanan itu terkandung kasih ayahanda, dengki saudara, pembuangan ke sumur, pertolongan kafilah, dijual jadi sahaya, goda majikan jelita, fitnah dari yang salah, dijadikan bahan balas dendam hingga para wanita mengiris jarinya, memilih masuk penjara daripada berbuat nista, berdakwah di dalamnya, dilupakan kawan, diangkat menjadi pejabat tinggi, sibuk mengurus negara, berjumpa dan menahan diri terhadap saudara, membuat muslihat demi berjumpa orangtua, serta menahan diri dari mengungkit luka ketika mimpi masa kecilnya terbukti nyata.

Dari Yusuf kita tahu; kisah terbaik adalah kisah yang berliku-liku. Cerita terbaik, adalah hidup yang berwarna- warni.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *